“Thalabul ilmi faridhatun ‘ala kulli muslimin
wa muslimatin”.
“Uthlubul
‘ilma minal mahdi ilal lahdi”.
Dua hadis
ini rasanya tidak asing lagi di telinga orang pesantren sebagai penuntut ilmu
(thalibul ‘ilmi). Sejak madrasah ibtidaiyah (MI) dulu ustadz/ustadzah sudah
mengenalkan dua hadits tersebut. Kalau masa sekarang (mungkin) sejak masa taman
kanak-kanak (TK) sudah dikenalkan.
Namun,
bagaimana cara kita untuk bisa mencapai derajat yang tinggi dalam mencari ilmu?
Dalam hal ini, Ibnu Malik Al-Andalusi dalam kitab Alfiyah-nya mesdiskripsikan
cara itu. Ada lima syarat yang bisa mengantarkan seseorang (thalibul ‘ilmi)
pada derajat yang tinggi. Lima point tersebut yang nantinya akan membedakan
antara thalibul ‘ilmi yang taat dan tidak. Hal itu beliau torehkan dalam bait
syair Alfiyah-nya yang berbunyi:
“Bil jarri
wat tanwini wan nida wa al # wa musnadin lil ismi tamyizun hashal”
Artinya,
seorang thalibul ‘ilmi harus mempunyai dan bersifat, pertama, jar. Dalam artian
tunduk dan tawadduk terhadap semua perintah (baik dari Allah SWT maupun
pemerintah). Sesuai dengan apa yang difirmankan Allah swt. yang berbunyi, “athi’ullaha
wa athi’ur rasul wa ulil amri minkum”.
Kedua,
tanwin. Artinya kemampuan (baca: niat) yang tinggi mencari ridha Allah SWT.
Dengan adanya kemauan yang tinggi seorang thalibul ‘ilmi akan mencapai apa yang
ia inginkan. Sesuai dengan apa yang di sabdakan nabi Muhammad saw. yang
datangnya dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh, Umar bin Khattab r.a. bahwa nabi
Muhammad saw. pernah bersabda yang bunyinya, “innamal a’malu binniyati, wa
innama likullimriin ma nawa… (al-Hadits)”.
Ketiga,
nida’. Artinya dzikir. Setelah adanya niat yang baik untuk mencapai tempat yang
layak di sisi Allah swt., seorang thalibul ‘ilmi diharapkan berdzikir
mengingat-Nya. Dengan ini, niat awal tidak akan menjadi ‘ashi (bis safar/fis
safar).
Keempat, al,
yang berarti berfikir. Karena berfikir manusia mempunyai derajat yang lebih
tinggi dari makhluk Allah lainnya. Maka dari itu, setidaknya seseorang yang
ingin menggapai sesuatu seyogyanya menggunakan akal pikirannya sebaik mungkin,
dengan tidak menggunakannya pada jalan yang salah, tidak berpikiran licik.
Tidak seperti apa yang jamak dilakukan para aktivis yang kadang menggunakan
akal pikirannya untuk mengkorup uang bawahannya, instansi, dan sejenisnya.
Kelima,
musnad ilaih. Beramal nyata (ikhlas). Cara yang kelima ini merupakan puncak
dari semuanya. Dengan ikhlas semuanya akan gampang. Sekedar gambaran, dalam
film “Kiamat Sudah Dekat”, dengan ikhlas Fandi (Andre) bisa mendapatkan Sarah
(Zazkia Adya Mecca) dari Pak Haji (Deddy Mizwar), ayah Sarah.
Sejatinya
lima konsep di atas tidak hanya untuk thalibul ‘ilmi semata, akan tetapi lima
konsep tersebut juga untuk merka yang ingin menjadi lebih baik dan lebih maju,
termasuk para pemimpin kita yang berada dalam angka krisis.
Abd. Basid
Alumnus PP. Mambaul Ulum Bata-Bata, Pamekasan, Madura; tinggal di Probolinggo
No comments:
Post a Comment