Wednesday, November 21, 2012

Humor Sufi

Al kisah setelah kehilangan keledainya, Mullah lalu mengangkat kedua tangannya, ia bersyukur kepada Tuhan. “Tuhan aku bersyukur kepada-Mu, aku telah kehilangan keledaiku.”
Seorang yang melihat dan mendengar doa Mullah bertanya, “Kamu kehilangan keledaimu, dan kamu bersyukur kepada Tuhan?”
“Aku bersyukur kepada-Nya atas kebijakan-Nya yang mentakdirkan bahwa aku tidak menunggangi keledai waktu itu. Kalau tidak, sekarang aku tentu hilang juga.”

HUMOR SUFI>>Belum Pernah Melihat Orang Tolol
Nasrudin membawa serantang makanan dari pasar. Karena kurang hati-hati, rantang itu jatuh dan isinya tumpah berantakan. Segara saja datang orang-orang berkerumun.
"Hai para tolol," teriak Nasrudin sambil memungut rantang-rantangnya, "Apa kalian belum pernah melihat orang tolol?"
HUMOR SUFI>>Belajar Kebijaksanaan
Seorang darwis ingin belajar tentang kebijaksanaan hidup dari Nasrudin.
Nasrudin bersedia, dengan catatan bahwa kebijaksanaan hanya bisa dipelajari dengan praktek. Darwis itu pun bersedia menemani Nasrudin dan melihat perilakunya.
Malam itu Nasrudin menggosok kayu membuat api. Api kecil itu ditiup-tiupnya. “Mengapa api itu kau tiup?” tanya sang darwis. “Agar lebih panas dan lebih besar apinya,” jawab Nasrudin.
Setelah api besar, Nasrudin memasak sop. Sop menjadi panas. Nasrudin menuangkannya ke dalam dua mangkok. Ia mengambil mangkoknya, kemudian meniup-niup sopnya.
“Mengapa sop itu kau tiup?” tanya sang darwis. “Agar lebih dingin dan enak dimakan,” jawab Nasrudin.
“Ah, aku rasa aku tidak jadi belajar darimu,” ketus si darwis, “Engkau tidak bisa konsisten dengan pengetahuanmu.”
Ah, konsistensi
HUMOR SUFI>>Nyebarin Roti Biar Macan Gak Datang
Nasrudin lagi sibuk nyebarin serpihan serpihan roti di sekeliling rumahnya.
"Eh, lagi ngapain loe?" tanya seseorang
"Oh, ini biar macan pada gak datang ke mari."
"Lho, tapi kan gak ada macan di daerah sini."
"Tuh kan. Gue bilang juga ape.. beneran berhasil, kan?"
 Humor Sufi >> Takut Miskin di Akhirat

Mengingat harga-harga barang kebutuhan terus meningkat, seorang pemuda selalu mengeluh karena tak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Setelah berdiskusi dengan seorang kiai makrifat, pemuda itu pun mengikuti anjurannya untuk menjalankan shalat Hajat serta tetap istiqomah melaksanakan shalat wajib lima waktu.
”Pak Kiai, tiga tahun sudah saya menjalankan ibadah sesuai anjuran Bapak. Setiap hari saya shalat Hajat semata-mata agar Allah SWT melimpahkan rezeki yang cukup. Namun, sampai saat ini saya masih saja miskin,” keluh si pemuda.
“Teruskanlah dan jangan berhenti, Allah selalu mendengar doamu. Suatu saat nanti pasti Allah mengabulkannya. Bersabarlah!” Jawab sang kiai.
”Bagaimana saya bisa bersabar, kalau semua harga kebutuhan serba naik! Sementara saya masih juga belum mendapat rezeki yang memadai. Bagaimana saya bisa memenuhi kebutuhan hidup?”
”Ya tentu saja tetap dari Allah, pokoknya sabar, pasti ada jalan keluarnya. Teruslah beribadah.”
”Percuma saja Pak Kiai. Setiap hari shalat lima waktu, shalat Hajat, shalat Dhuha, tapi Allah belum juga mengabulkan permohonan saya. Lebih baik saya berhenti saja beribadah…” jawab pemuda itu dengan kesal.
”Kalau begitu, ya sudah. Pulang saja. Semoga Allah segera menjawab permintaanmu,” timpal kiai dengan ringan.
Pemuda itu pun pulang. Rasa kesal masih menggelayuti hatinya hingga tiba di rumah. Ia menggerutu tak habis-habisnya hingga tertidur pulas di kursi serambi. Dalam tidur itu, ia bermimpi masuk ke dalam istana yng sangat luas, berlantaikan emas murni, dihiasi dengan lampu-lampu terbuat dari intan permata. Bahkan beribu wanita cantik jelita menyambutnya. Seorang permaisuri yang sangat cantik dan bercahaya mendekati si pemuda.
”Anda siapa?” tanya pemuda.
”Akulah pendampingmu di hari akhirat nanti.”
”Ohh… lalu ini istana siapa?”
”Ini istanamu, dari Allah. Karena pekerjaan ibadahmu di dunia.”
”Ohh… dan taman-taman yang sangat indah ini juga punya saya?”
”Betul!”
”Lautan madu, lautan susu, dan lautan permata juga milik saya?”
”Betul sekali.”
Sang pemuda begitu mengagumi keindahan suasana syurga yang sangat menawan dan tak tertandingi. Namun, tiba-tiba ia terbangun dan mimpi itu pun hilang. Tak disangka, ia melihat tujuh mutiara sebesar telor bebek. Betapa senang hati pemuda itu dan ingin menjual mutiara-mutiara tersebut. Ia pun menemui sang kiai sebelum pergi ke tempat penjualan mutiara.
“Pak Kiai, setelah bermimpi saya mendapati tujuh mutiara yang sangat indah ini. Akhirnya Allah menjawab doa saya,” kata pemuda penuh keriangan.
”Alhamdulillah. Tapi perlu kamu ketahui bahwa tujuh mutiara itu adalah pahala-pahala ibadah yang kamu jalankan selama 3 tahun lalu.”
”Ini pahala-pahala saya? Lalu bagaimana dengan syurga saya Pak Kiai?”
”Tidak ada, karena Allah sudah membayar semua pekerjaan ibadahmu. Mudah-mudahan kamu bahagia di dunia ini. Dengan tujuh mutiara itu kamu bisa menjadi miliader.”
”Ya Allah, aku tidak mau mutiara-mutiara ini. Lebih baik aku miskin di dunia ini daripada miskin di akhirat nanti. Ya Allah kumpulkan kembali mutiara-mutiara ini dengan amalan ibadah lainnya sampai aku meninggal nanti,” ujar pemuda itu sadar diri. Tujuh mutiara yang berada di depannya itu hilang seketika. Ia berjanji tak akan mengeluh dan menjalani ibadah lebih baik lagi demi kekayaan akhirat kelak.

Humor Sufi >>Jubah yang Jatuh

Nasrudin pulang malam bersama teman-temannya. Di pintu rumah mereka berpisah. Di dalam rumah, istri Nasrudin sudah menanti dengan marah.
“Aku telah bersusah payah memasak untukmu sore tadi!” katanya sambil menjewer Nasrudin. Karena kuatnya, Nasrudin terpelanting dan jatuh menabrak peti.
Mendengar suara gaduh, teman-teman Nasrudin yang belum terlalu jauh kembali, dan bertanya dari balik pintu, “Ada apa Nasrudin, malam-malam begini ribut sekali?”
“Jubahku jatuh dan menabrak peti,” jawab Nasrudin.
“Jubah jatuh saja ribut sekali?”
“Tentu saja,” sesal Nasrudin, “Karena aku masih berada di dalamnya.”

No comments:

Post a Comment