Thursday, January 24, 2013

“Enam Jalan Revolusi”


(Orasi Budaya : Merajut Kembali Nusantara)


        CN : Aktifis nasionalis bertemu bersama-sama pada hari ini, terus nanti 2014 masih ada pemilu, berarti khayalan pertemuan ini. Kalau dalam waktu 1-2 tahun belum ada penjebolan konstitusi dan undang-undang yang anti rakyat dan anti nasionalisme dan kemudian kembali kepada posisi 17 Agustus 1945, dalam waktu 1-2 tahun, apapun caranya, maka pertemuan ini adalah pertemuan takhayul.

Pendengar : [Ha...ha...ha...]

CN : Saya mohon maaf atas… Jadi gini saya mohon maaf sama mas-mas yang babak kedua. Karena saya tadi, kemarin saya di Pancor, di Lombok Timur. Ya biasalah ketemu orang kecil disana, 3-4 ribu siang malam, terus nanti malam saya harus di GOR Mataram. Jadi, mau gak mau, saya belum punya kewenangan untuk menunda flight Garuda sehingga saya harus cepet-cepet, setelah jam 12 ini lari ke bandara.

Pendengar : [Ha...ha...ha...]

CN : Jadi, saya mohon maaf.
Juga karena waktu saya sangat sempit, oleh panitia saya dibatasi paling lama 10 sampai 15 menit. Maka saya datang kesini ini membawa teks yang bahasanya bahasa bukan bahasa aktifis, tapi bahasa orang biasa sehari-hari. Jadi, agak kurang. Kayak bahasanya Ivan waktu di Berlin lah.
Pertama, negara itu gunanya supaya tiga hal pada manusia dan rakyatnya itu aman. Jadi, pemerintah itu dibayar untuk mengamankan tiga hal: 1] nyawanya, 2] martabatnya, dan 3] harta bendanya. Di luar tiga itu nggak ada apa-apa. Nah sekarang kalau mau revolusi, ini mau ambil sebab yang mana ini? Banyak nyawa hilang, apa banyak martabat yang hancur lebur, apa karena harta benda terlalu banyak dicuri?

Pendengar : [Ha...ha...ha...]

CN : Ketiga-tiganya. Tapi ini masing-masing akan memberi output yang berbeda pada skala prioritas dan akurasi-akurasi strategisnya. Agak berbeda kalau pertimbangannya harta benda, ya seperti reformasi saja bilang sama Soeharto, “Ente jangan nyuri sendirian, saya juga pengen nyuri”. Maka, sekarang menjadi Soeharto semua seluruh Indonesia.

Pendengar : [Ha...ha...ha...]

CN : Nah, jadi yang mana? Kalau soal martabat, ayo. Karena kita sudah nggak punya martabat. Kita sudah mengalami peristiwa-peristiwa pemerintahan yang sangat menghina martabat manusia, sangat menghina akal sehat, sangat menghina.
Gunanya sekolahan itu, supaya jelas dia kerjaannya nanti. Nah, kalau dia sekolahnya ekonomi, dia nanti akan ngurusin ekonomi. Kalau sekolahnya peternakan akan ngurusin kambing dan ternak-ternak. Kalau sekolahnya IT jangan ngurusin olahraga.

Pendengar : [Ha...ha...ha...]

CN : Lha terus gunanya Universitas apa? Lha, dulu Gus Dur yang merintis ini, AS Hikam ahli fikih ngurusin teknologi. Nah itu kalau Gus Dur gak apa-apa, karena dia wali kesepuluh.

Pendengar : [Ha...ha...ha...]

CN : Lha tapi SBY kan bukan wali. Dia kan hanya orang yang ingin melindungi supaya Hambalang tidak melebar-lebar perkaranya.

Pendengar : [Ha...ha...ha...]

CN : Maka, ditaruhlah rai.. gedek itu.

Pendengar : [Ha...ha...ha...]

CN : Tadi kan saya sudah bilang bahasa sehari-hari ya. Jadi, oke saya baca aja, karena setiap hari saya ngomong sama orang-orang biasa. Jadi, kalau sama aktifis saya mending kasih point-point.
Yang pertama: judulnya “Enam Jalan Revolusi”. Aslinya lima, cuman di sini terus terfikir ada satu lagi.

Pendengar : [Ha...ha...ha...]

CN : Pertama saya ingin ngomong soal buku ini dulu, ngomong Merajut Kembali Nusantara. Saya usul, ini Nusantara pada skala waktu yang mana? Nusantara sejak angkatan 28? Nusantara sejak eee… Demak-Mataram? Atau sejak Mojopahit? Atau sejak Sriwijaya? Atau Ratu Sima? Atau yang mana? Ada Nusantara Koes Plus, “Nusantara” berapa? Volume berapa?

Pendengar : [Ha...ha...ha...]

CN : Jadi, kalau mau ngomong Merajut Kembali Nusantara. Harus diperjelas dulu melalui penelitian yang obyektif, diskusi para expert, maupun diskusi publik, untuk memastikan bangsa Indonesia ini.

CN : Satu: harus dipastikan kita ini bangsa garuda ataukah bangsa emprit?

Pendengar : [Ha...ha...ha...]

CN : Dua: apakah kita ini bangsa besar ataukah bangsa kerdil?

CN : Yang jelas. Sebab kebangkitan orang besar, berbeda dengan kebangkitan orang kerdil. Kebangkitan ayam berbeda dengan kebangkitan burung. Kalau kamu tidak tahu kamu ayam atau burung, bagaimana caramu bangkit? Sudah jelas kamu ayam mau terbang-terbang. Kan begitu kan? Kamu cacing mau menerkam-nerkam. Kan begitu?
Jadi gitu, orang Indonesia kehilangan dirinya dan tidak pernah mencari siapa dirinya. Jadi, kalau mau Merajut Nusantara kembali, harus ada penelitian yang cukup panjang dan harus diskusi di semua lapisan.

CN : Tiga: kita ini bangsa merdeka ataukah bangsa jajahan?

CN : Amerika itu penjajah ataukah tangan panjang penjajah? Ada tiga tipu daya dunia, tiga tahap sejak lahirnya Isa. Tahap pertama ndak terima kalau Nabi Musa kok disaingi sama anak ajaib, kalah populer Nabi Musa.

CN :  “Ini kan bayi ndak punya bapak, tapi bisa ngomong.”
Kan Nabi Musa kan paling cuma bisa membelah laut. Itupun kalau disuruh mbaleni sorenya ndak terbelah lautnya. Karena yang sakti Tuhan, bukan tongkatnya, dan bukan Musa. Jadi, dia kalah hebat sama Nabi Isa. Akhirnya cemburulah ini anak buahnya Musa. Terus akhirnya bikin rekayasa memfitnah segala macam berpuncak pada penyaliban Yesus Kristus. Tiga puluh tujuh tahun kemudian dibikin rapat setelah kenaikan Isa. Soalnya…
“Lho, setelah setelah saya salib kok malah lebih populer, kalah ini Musa.”

Pendengar : [Ha...ha...ha...]

CN :  Kan memang begitu hukum alam. Setelah video porno malah jadi hits, No - ah.

Pendengar : [Ha...ha...ha...]

CN : Kalau ingin jadi kiai dicium tangannya, zina dulu banyak-banyak terus insaf, jadi kiai baru populer.

Pendengar : [Ha...ha...ha...]

CN : Gunanya Islam di muka bumi ini adalah khusus untuk para koruptor, begitu tertangkap pakai peci dan jilbab, dan begitu diadili pakai tasbih, bunyinya “Asu… asu… asu...”.

Pendengar : [Ha...ha...ha...]

CN : Guyon rek guyon. Ini Dadang kafir liberal bikin malu ini. Oke, saya akan setia pada ini.

CN : Empat: kita ini bangsa setua apa?

CN : Kita ini lebih muda dari orang Yahudi apa kakeknya orang Yahudi? Kalau Yahudi suka menipu, apa tidak benar bahwa kita lebih pandai menipu? Sepandai-pandai Yahudi menipu masih lebih pandai kita. Karena mereka hanya cucu kita. Karena kita lebih tua dari Nabi Ibrahim. Kita adalah anaknya Nabi Nuh ketika istrinya dirasuki iblis, hamil, jadi kita.

Pendengar : [Ha...ha...ha...]

CN : Maka peran-peran kita campuran malaikat dengan iblis. Ini kalau tidak percaya silahkan selidiki. Kamu ndak akan punya bahan. Hanya aku yang punya.

Pendengar : [Ha...ha...ha...]

CN : Lha, jadi, nusantara yang mana bung?
Oke, saya maksudnya kan yang penting orang kompak. Boleh dong orang dikasih gede hatinya. Kamu itu turunan ini ini ini. Apa ini hubungannya dengan Atlantis, Sunda Land, ya toh, Sunda Wiwitan, Inca Maya. Ataukah bangsa Indonesia bangsa nusantara adalah hibrida gagal produk?

Pendengar : [Ha...ha...ha...]

CN : Jadi, ini campuran makhluk bermacam-macam yang agak kurang sempurna produksinya akhirnya gini, milih presiden dilihat gantengnya, gitu ya. Semua menteri juga manis-manis ganteng-ganteng dan banyak parameter lain. Ah saya baca saja, saya berkepanjangan kalau begini.
Apakah bangsa Nusantara hari ini terserah siapapun asal-usulnya. Terserah dia bangsa besar atau tidak. Tidak perduli dia keturunan tekek apa turunan Nabi Adam. Apa turunan Homo Sapien, Homo Erektus, atau Homo Seksual?

Pendengar : [Ha...ha...ha...]

Taman Ismail Marzuki Jakarta, 15 Januari 2013
Muhammad Ainun Nadjib

Berikut videonya :


No comments:

Post a Comment