(Orasi Budaya : Merajut Kembali Nusantara)
CN : Aktifis
nasionalis bertemu bersama-sama pada hari ini, terus nanti 2014 masih ada
pemilu, berarti khayalan pertemuan ini. Kalau dalam waktu 1-2 tahun belum ada
penjebolan konstitusi dan undang-undang yang anti rakyat dan anti nasionalisme
dan kemudian kembali kepada posisi 17 Agustus 1945, dalam waktu 1-2 tahun,
apapun caranya, maka pertemuan ini adalah pertemuan takhayul.
Pendengar : [Ha...ha...ha...]
CN : Saya mohon
maaf atas… Jadi gini saya mohon maaf sama mas-mas yang babak kedua. Karena saya
tadi, kemarin saya di Pancor, di Lombok Timur. Ya biasalah ketemu orang kecil
disana, 3-4 ribu siang malam, terus nanti malam saya harus di GOR Mataram.
Jadi, mau gak mau, saya belum punya kewenangan untuk menunda flight
Garuda sehingga saya harus cepet-cepet, setelah jam 12 ini lari ke bandara.
Pendengar : [Ha...ha...ha...]
CN : Jadi, saya
mohon maaf.
Juga karena waktu saya sangat sempit, oleh panitia
saya dibatasi paling lama 10 sampai 15 menit. Maka saya datang kesini ini
membawa teks yang bahasanya bahasa bukan bahasa aktifis, tapi bahasa orang
biasa sehari-hari. Jadi, agak kurang. Kayak bahasanya Ivan waktu di Berlin lah.
Pertama, negara itu gunanya supaya tiga hal pada
manusia dan rakyatnya itu aman. Jadi, pemerintah itu dibayar untuk mengamankan
tiga hal: 1] nyawanya, 2] martabatnya, dan 3] harta bendanya. Di luar tiga itu
nggak ada apa-apa. Nah sekarang kalau mau revolusi, ini mau ambil sebab yang
mana ini? Banyak nyawa hilang, apa banyak martabat yang hancur lebur, apa
karena harta benda terlalu banyak dicuri?
Pendengar : [Ha...ha...ha...]
CN : Ketiga-tiganya.
Tapi ini masing-masing akan memberi output yang berbeda pada skala prioritas
dan akurasi-akurasi strategisnya. Agak berbeda kalau pertimbangannya harta
benda, ya seperti reformasi saja bilang sama Soeharto, “Ente jangan nyuri
sendirian, saya juga pengen nyuri”. Maka, sekarang menjadi Soeharto semua
seluruh Indonesia.
Pendengar : [Ha...ha...ha...]
CN : Nah, jadi
yang mana? Kalau soal martabat, ayo. Karena kita sudah nggak punya martabat.
Kita sudah mengalami peristiwa-peristiwa pemerintahan yang sangat menghina
martabat manusia, sangat menghina akal sehat, sangat menghina.
Gunanya sekolahan itu, supaya jelas dia kerjaannya
nanti. Nah, kalau dia sekolahnya ekonomi, dia nanti akan ngurusin ekonomi.
Kalau sekolahnya peternakan akan ngurusin kambing dan ternak-ternak. Kalau
sekolahnya IT jangan ngurusin olahraga.
Pendengar : [Ha...ha...ha...]
CN : Lha terus
gunanya Universitas apa? Lha, dulu Gus Dur yang merintis ini, AS Hikam ahli
fikih ngurusin teknologi. Nah itu kalau Gus Dur gak apa-apa, karena dia wali
kesepuluh.
Pendengar : [Ha...ha...ha...]
CN : Lha tapi
SBY kan bukan wali. Dia kan hanya orang yang ingin melindungi supaya Hambalang
tidak melebar-lebar perkaranya.
Pendengar : [Ha...ha...ha...]
CN : Maka,
ditaruhlah rai.. gedek itu.
Pendengar : [Ha...ha...ha...]
CN : Tadi kan
saya sudah bilang bahasa sehari-hari ya. Jadi, oke saya baca aja, karena setiap
hari saya ngomong sama orang-orang biasa. Jadi, kalau sama aktifis saya mending
kasih point-point.
Yang pertama: judulnya “Enam Jalan Revolusi”. Aslinya
lima, cuman di sini terus terfikir ada satu lagi.
Pendengar : [Ha...ha...ha...]
CN : Pertama
saya ingin ngomong soal buku ini dulu, ngomong Merajut Kembali Nusantara. Saya
usul, ini Nusantara pada skala waktu yang mana? Nusantara sejak angkatan 28?
Nusantara sejak eee… Demak-Mataram? Atau sejak Mojopahit? Atau sejak Sriwijaya?
Atau Ratu Sima? Atau yang mana? Ada Nusantara Koes Plus, “Nusantara” berapa?
Volume berapa?
Pendengar : [Ha...ha...ha...]
CN : Jadi,
kalau mau ngomong Merajut Kembali Nusantara. Harus diperjelas dulu melalui
penelitian yang obyektif, diskusi para expert, maupun diskusi publik, untuk
memastikan bangsa Indonesia ini.
CN : Satu:
harus dipastikan kita ini bangsa garuda ataukah bangsa emprit?
Pendengar : [Ha...ha...ha...]
CN : Dua:
apakah kita ini bangsa besar ataukah bangsa kerdil?
CN : Yang
jelas. Sebab kebangkitan orang besar, berbeda dengan kebangkitan orang kerdil.
Kebangkitan ayam berbeda dengan kebangkitan burung. Kalau kamu tidak tahu kamu
ayam atau burung, bagaimana caramu bangkit? Sudah jelas kamu ayam mau
terbang-terbang. Kan begitu kan? Kamu cacing mau menerkam-nerkam. Kan begitu?
Jadi gitu, orang Indonesia kehilangan dirinya dan
tidak pernah mencari siapa dirinya. Jadi, kalau mau Merajut Nusantara kembali,
harus ada penelitian yang cukup panjang dan harus diskusi di semua lapisan.
CN : Tiga:
kita ini bangsa merdeka ataukah bangsa jajahan?
CN : Amerika
itu penjajah ataukah tangan panjang penjajah? Ada tiga tipu daya dunia, tiga
tahap sejak lahirnya Isa. Tahap pertama ndak terima kalau Nabi Musa kok
disaingi sama anak ajaib, kalah populer Nabi Musa.
CN : “Ini kan bayi ndak punya bapak, tapi bisa
ngomong.”
Kan Nabi Musa kan paling cuma bisa membelah laut.
Itupun kalau disuruh mbaleni sorenya ndak terbelah lautnya. Karena yang sakti
Tuhan, bukan tongkatnya, dan bukan Musa. Jadi, dia kalah hebat sama Nabi Isa.
Akhirnya cemburulah ini anak buahnya Musa. Terus akhirnya bikin rekayasa
memfitnah segala macam berpuncak pada penyaliban Yesus Kristus. Tiga puluh tujuh
tahun kemudian dibikin rapat setelah kenaikan Isa. Soalnya…
“Lho, setelah setelah saya salib kok malah lebih
populer, kalah ini Musa.”
Pendengar : [Ha...ha...ha...]
CN : Kan memang begitu hukum alam. Setelah video
porno malah jadi hits, No - ah.
Pendengar : [Ha...ha...ha...]
CN : Kalau
ingin jadi kiai dicium tangannya, zina dulu banyak-banyak terus insaf, jadi
kiai baru populer.
Pendengar : [Ha...ha...ha...]
CN : Gunanya
Islam di muka bumi ini adalah khusus untuk para koruptor, begitu tertangkap
pakai peci dan jilbab, dan begitu diadili pakai tasbih, bunyinya “Asu… asu…
asu...”.
Pendengar : [Ha...ha...ha...]
CN : Guyon rek
guyon. Ini Dadang kafir liberal bikin malu ini. Oke, saya akan setia pada ini.
CN : Empat:
kita ini bangsa setua apa?
CN : Kita ini
lebih muda dari orang Yahudi apa kakeknya orang Yahudi? Kalau Yahudi suka
menipu, apa tidak benar bahwa kita lebih pandai menipu? Sepandai-pandai Yahudi
menipu masih lebih pandai kita. Karena mereka hanya cucu kita. Karena kita
lebih tua dari Nabi Ibrahim. Kita adalah anaknya Nabi Nuh ketika istrinya
dirasuki iblis, hamil, jadi kita.
Pendengar : [Ha...ha...ha...]
CN : Maka
peran-peran kita campuran malaikat dengan iblis. Ini kalau tidak percaya
silahkan selidiki. Kamu ndak akan punya bahan. Hanya aku yang punya.
Pendengar : [Ha...ha...ha...]
CN : Lha, jadi,
nusantara yang mana bung?
Oke, saya maksudnya kan yang penting orang kompak.
Boleh dong orang dikasih gede hatinya. Kamu itu turunan ini ini ini. Apa ini
hubungannya dengan Atlantis, Sunda Land, ya toh, Sunda Wiwitan, Inca Maya.
Ataukah bangsa Indonesia bangsa nusantara adalah hibrida gagal produk?
Pendengar : [Ha...ha...ha...]
CN : Jadi, ini
campuran makhluk bermacam-macam yang agak kurang sempurna produksinya akhirnya
gini, milih presiden dilihat gantengnya, gitu ya. Semua menteri juga
manis-manis ganteng-ganteng dan banyak parameter lain. Ah saya baca saja, saya
berkepanjangan kalau begini.
Apakah bangsa Nusantara hari ini terserah siapapun
asal-usulnya. Terserah dia bangsa besar atau tidak. Tidak perduli dia keturunan
tekek apa turunan Nabi Adam. Apa turunan Homo Sapien, Homo Erektus, atau Homo
Seksual?
Pendengar : [Ha...ha...ha...]
Taman Ismail
Marzuki Jakarta, 15 Januari 2013
Muhammad Ainun
Nadjib
Berikut videonya :
No comments:
Post a Comment