Embun Pagi
Friday, June 26, 2020
Friday, November 28, 2014
Tasawuf dan Akhlaq di Era Modern
A. Pendahuluan
Fenomena sosial masyarakat
yang kini hidup di era modern, dengan perubahan sosial yang cepat dan
komunikasi tanpa batas, dimana kehidupan cenderung berorientasi pada
materialistik, skolaristik, dan rasionalistik dengan kemajuan IPTEK di segala bidang.
Kondisi ini ternyata tidak selamanya memberikan kenyamanan, tetapi justru
melahirkan abad kecemasan (the age of anxienty). Kemajuan ilmu dan
teknologi hasil karya cipta manusia yang memberikan segala fasilitas kemudahan,
ternyata juga memberikan dampak berbagai problema psikologis bagi manusia itu
sendiri. Masyarakat modern kini sangat mendewa-dewakan ilmu pengetahuan dan teknologi,
sementara pemahaman keagamaan yang didasarkan pada wahyu sering di tinggalkan
dan hidup dalam keadaan sekuler. Mereka cenderung mengejar kehidupan materi dan
bergaya hidup hedonis dari pada memikirkan agama yang dianggap tidak memberikan
peran apapun. Masyarakat demikian telah kehilangan visi ke-Ilahian yang tumpul
penglihatannya terhadap realitas hidup dan kehidupan. Kemajuan-kemajuan yang
terjadi telah merambah dalam berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi
budaya dan politik. Kondisi ini mengharuskan individu untuk beradaptasi
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dan pasti. Padahal dalam
kenyataannya tidak semua individu mampu melakukannya sehingga yang terjadi
justru masyarakat atau manusia yang menyimpan banyak problem. Bagi masyarakat
kita, kehidupan semacam ini sangat terasa di daerah-daerah perkotaan yang
saling bersaing dalam segala bidang.
Label:
Goresan tinta,
Renungan,
Tauhid
Wednesday, November 26, 2014
Guru yang Baik Adalah Murid Sepanjang Masa !
Oleh: Cak Nun
Saya
bangga bertemu guru-guru karena dua alasan. Pertama, saya bertemu dengan
manusia tangguh. Kalau tidak seperti Anda ketangguhannya, bisa rusak 100 kali
lipat dunia pendidikan kita. Kedua, elek-elek’o saya ini juga orang pendidikan.
Elek-elek’o saya ini juga bisa disebut guru. Tetapi Anda lebih baik dari saya,
karena riwayat pendidikan saya tidak jelas. SMA diluluskan secara politis, S1
saya tidak lulus,” begitu Cak Nun mengawali uraiannya di depan para guru
peserta pelatihan dalam rangka program CSR Telkom-Republika dengan tajuk Bangun
Kecerdasan Bangsa “ Bagimu Guru Kupersembahkan ”, bertempat di
Kantor Telkom Yogyakarta, 22 Juni 2007.
Kesempatan
bertemu para guru itu rupanya betul-betul dimanfaatkan Cak Nun untuk membongkar
paradigma per-guru-an di Indonesia. Cak Nun menceritakan bahwa dalam hidup ini
banyak hal yang tidak logis. “Bagaimana bisa saya yang tidak lulus sekolah
diminta ceramah di depan guru-guru. Ini salah satu ketidaklogisan,” ujarnya.
Karena banyak yang tak logis, maka Cak Nun mengajak guru-guru untuk tidak
terjebak atau hanya bergantung pada pemikiran logis (linear). Ada empat cara
berpikir, lanjut Cak Nun, yaitu berpikir linear, zigzag, oval, dan siklikal.
Subscribe to:
Posts (Atom)