Tuesday, July 30, 2013

Nilai - Nilai dalam Cerpen/Novel

Nilai Agama
Contoh:
Waktu adzan kau tak melakukan apa-apa tapi mematung menatap cermin. Kadang kaukencangkan suara tape karena tahu tak ingin sembahyang atau menangis. Jika melintas bayangan penghuni rumah yang lain di jendela kamarmu engkau mengambil sebuah buku besar dan berpura-pura telah membacanya sejak lama. (Agoni Pengantin, oleh Dina Oktaviani )

Nilai agama yang terkandung dalam kutipan cerpen di atas adalah tokoh ‘engkau’ yang tidak baik dan tidak patut dicontoh. Ia tak peduli dengan suara adzan, lebih senang mengencangkan suara tape agar tak terdengar suara adzan, padahal seharusnya ia mendengar dan menjawab adzan dan segera menunaikan ibadah salat.

Nilai Sosial
Contoh:
Maka, begitu ia turun dari tempatnya, aku ikutan menghambur untuk menyalaminya, mengucapkan selamat atas kesuksesannya sebagai pembicara, dan yang paling penting adalah memuaskan diri, menghisap aroma keringatnya yang tak jadi soal lagi walau berbaur dengan bau kerak nikotin yang sangat menyengat itu. (Cincin Bernama, oleh Rini T. S )

Nilai sosial yang terkandung dalam kutipan cerpen di atas adalah ketika tokoh ‘aku’ mengucapkan selamat atas kesuksesan seseorang. Secara sosial, kita dianjurkan untuk mengucapkan selamat atas keberhasilan seseorang dalam meraih prestasi.

Nilai Estetika
Contoh:
Lebaran. Tanah boleh basah. Udara boleh lembap. Angin menyelusup di sela-sela daun gugur. Awan kelabu. Matahari sembunyi di baliknya. Hujan tiba-tiba rajin membasahi bumi. Kota menjadi basah. Terus-menerus basah. Juga jalan-jalan dan halaman rumah. Orang-orang bergegas menghindarinya. Genteng-genteng coklat di perumahan yang tumbuh merapat, berubah warna menjadi lebih tua dari biasanya.
(Tamu yang Datang Menjelang Lebaran, oleh Rahmat H. Cahyono)

Nilai estetika yang terkandung dalam kutipan cerpen di atas adalah penjelasan secara fisik bagaimana struktur tanah, suhu udara, angin yang berhembus, warna awan, keadaan matahari, dan turunnya hujan

Nilai Pendidikan
Contoh:
Jakarta terkurung dalam kutukan karena kejahatan kemanusiaan yang didewakannya selama lebih dari tiga dasawarsa menjelang akhir abad keduapuluh. Ingatan kolektif penduduknya bisa lenyap. Tetapi, zaman tak pernah akan lupa bahwa pada waktu itu ratusan ribu orang dibunuh seperti tikus comberan. Anak-anak muda yang ganteng dan manis-manis, yang bercita-cita sangat sederhana, hanya sekedar untuk bisa meludah karena tak tahan mencium bau amis para penguasa yang durjana, diculik dan dilenyapkan rezim bersenjata. (Jakarta 3030, oleh Martin Aleida)

Nilai pendidikan yang terkandung pada kutipan cerpen di atas adalah pada zaman penjajahan, para pemuda benar-benar bersemangat melawan para penjajah. Hal ini merupakan nilai pendidikan yang perlu diteladani. Sebagai para pemuda yang kini telah bebas dari penjajahan, kita harus lebih bersemangat dari para pemuda yang dulu berjuang keras untuk kita.

Nilai Budaya
Contoh:
Malam itu warga Ibu Kota digemparkan oleh tidak bundarnya lagi Bulan di atas langit Jakarta. "Pasti aksi teroris!" kata seorang bapak RT. "Kali ntu ade ubungannye ama tukang nasgor nyang ilang di depan rume Pondok Indah!" kata seorang abang ojek yang konon pernah mencoba minta nomer togel di rumah hantu itu. (Bulan Setengah, oleh Eve )

Nilai budaya yang terkandung dalam kutipan cerpen di atas terlihat pada penggunaan kalimat "Kali ntu ade ubungannye ama tukang nasgor nyang ilang di depan rume Pondok Indah!". Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Betawi, yang merupakan cirri khas dari budaya Jakarta.

Nilai Moral
Contoh:
Dengan cermat Martini memperhatikan sekeliling, akan tetapi ia tidak melihat seorang saudara atau kerabatpun yang ia kenal. Sempat terbersit rasa iri dan kecewa ketika ia menyaksikan beberapa rekanannya  yang dijemput dan disambut kedatangannya oleh orang tua, anak atau suami mereka. Namun dengan segera ia membuang jauh – jauh pikiran tersebut. Ia tidak ingin suuzon dengan suaminya.
(  Percayalah Pada Niat Baikmu, Martini oleh Kurniawan Lastanto )

Nilai moral yang terkandung dalam kutipan cerpen di atas adalah ketika Martini membuang jauh-jauh prasangka buruk terhadap suaminya. Ia tidak ingin suuzon pada suaminya karena suuzon merupakan perbuatan tidak baik.
Nilai Politik
Contoh:
“Hai, pendeta yang bijaksana,” kata Raja Dabsyalim. “Kalau benar yang dimaksud tak akan tercapai, melainkan dengan akal pikiran yang sempurna,mengapakah kerap kali kelihatan orang yang bodoh beroleh ketinggian dan kemuliaan, lebih daripada orang yang pandai?”
“Ampun Tuanku,” Jawab Baidaba. (Hikayat Anak Raja dan Teman-temannya )

Nilai politik yang terkandung dalam kutipan hikayat tersebut adalah ketika Sang Raja berbicara pada seorang pendeta. Apapun yang ditanyakan Raja, pasti akan dijawab oleh pendeta, karena Raja lah yang paling berkuasa di suatu daerah tersebut.

9 comments: